Community Service in the Philippines

Paralegal di Palawan, Filipina

Pada tahun 2010 saya kenal dengan Kantor Bantuan Hukum (KBH) yang berada di Tanjung Karang. Karena pada saat itu saya masih terlalu disibukkan dengan kegiatan saya sebagai guru Bahasa Inggris di SMA Xaverius, maka saya hanya bisa menjadi orang luar saja, membantu ketika dibutuhkan. Kerjaan saya di KBH hanya membantu menerjemahkan surat-surat yang waktu itu dikirimkan ke luar negeri karena KBH ini mempunyai kerjasama dengan beberapa peneliti hukum dari beberapa universitas di Eropa seperti Leiden University dan beberapa negara di Asia. Sebenarnya saya mulai tertarik dengan kegiatan di KBH ini karena tujuan utamanya adalah membantu orang-orang yang kekurangan, dan ternyata KBH ini juga bekerja sama dengan banyak advokat di Lampung.

Pada tahun 2012, saya mulai tergerak untuk masuk lebih dalam pada kegiatan KBH karena kegiatan yang ditawarkan juga lebih mengena di dunia saya yaitu pendidikan. Pada saat ada peneliti dari Tilburg University, kami berbagi banyak hal tentang apa lagi yang bisa dilakukan oleh KBH dalam mencari bantuan dana bagi anak-anak korban trafficking, pelacuran anak dan lain-lain. Kemudian kami bersepakat untuk membuat suatu foundation dengan nama Bantuan Coffee Foundation. Bantuan Coffee ini dibantu penyebarannya oleh Robert Porter untuk daerah Belanda dan sekitarnya. Kemudian saya menjadi ketua untuk daerah Lampung karena tinggal di Lampung. Bantuan Coffee juga ada di Bogor dan Lombok. Bantuan Coffee berhasil mendapatkan dana 5,193 Euro yang terkumpul dalam waktu 3 bulan.  Dana tersebut kemudian disumbangkan ke anak-anak korban trafficking daerah Yogya dan Lampung.

Selain tentang Bantuan Coffee saya juga banyak berkecimpung dalam dunia paralegal. Bersama beberapa peneliti dari Kamboja, saya pernah pergi ke daerah-daerah pelosok di Lampung, dimana di sana masih banyak orang yang mempunyai masalah namun tidak mempunyai jalan keluar karena tidak memiliki dana yang cukup. Kami banyak bertukar pikiran tentang bagaimana yang dilakukan oleh masyarakat miskin di Indonesia lalu apakah hal itu bisa diterapkan di Kamboja. Dari beberapa kegiatan yang saya ikuti di KBH ini dan juga sebagai Ketua dari Bantuan Coffee Foundation, saya kemudian mencoba mencari tahu bagaimana keadaan paralegal di daerah lain, di belahan dunia lain, karena istilah paralegal ini dianggap masih tabu untuk para advokat di Indonesia meskipun banyak juga advokat yang juga menjadi paralegal.

Pada tahun 2015 Namati sebagai suatu organisasi besar dari Amerika, mengadakan pendaftaran untuk siapa saja yang bergelut di dunia paralegal untuk bisa ambil bagian dalam pengabdian masyarakat dalam kegiatan yang dinamakan Legal Empowerment Learning Exchange Program di Afrika Selatan, Tanzania, dan Filipina. Semua tempat tidaklah mengenakkan karena kita harus ke tempat-tempat yang jauh dari keramaian dan daerah yang kita tuju semuanya bukan tempat yang layak bagi orang kota. Saya memilih Filipina karena daerahnya masih bagian dari Asia. Mungkin suatu saat nanti saya akan pilih Afrika atau Asia Tengah.

Di negara Filipina, saya ditempatkan di pulau Palawan. Saya harus menyusuri semua daerah dari ujung barat ke ujung timur untuk mencari tahu bagaimana kegiatan paralegal di daerah-daerah tersebut. Banyak data yang bisa saya dapatkan dari semua orang-orang yang juga bekerja sebagai paralegal. Semua data tersebut kami kumpulkan dan kami diskusikan bersama Namati. Semua data dari negara-negara itu nantinya bisa digunakan sebagai bahan untuk merumuskan suatu undang-undang yang baru mengenai paralegal termasuk undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Kegiatan saya di pulau Palawan dapat dilihat lebih lengkap di buku Paralegal in Palawan.

Scroll to Top